Al-Qur’an mengandung obat segala penyakit kalbu. Allah l berfirman:
“Wahai manusia, telah datang kepada kalian pelajaran (mau’izhah) dari
Rabb kalian dan penyembuh apa yang ada dalam hati.” (Yunus: 57)
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an ini sesuatu yang merupakan penyembuh dan rahmat buat kaum mukminin.” (al-Isra’: 82)
Segala penyakit kalbu bermuara pada syubhat dan syahwat (hawa nafsu). Al-Qur’an menyembuhkan keduanya.
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa’di t mengatakan bahwa Al-Qur’an mencakup
obat dan rahmat. Namun itu bukan untuk setiap orang, hanya untuk kaum
mukminin yang beriman dengan Al-Qur’an, membenarkan ayat-ayatnya, dan
mengetahui makna-maknanya.
Adapun orang-orang zalim yang tidak membenarkan atau mengamalkannya,
maka ayat-ayat Al-Qur’an tidak menambah mereka kecuali kerugian… Maka
penyembuhan Al-Qur’an itu mencakup penyembuhan kalbu dari syubhat,
kebodohan, pemikiran-pemikiran yang rusak, penyelewengan, dan maksud
yang jelek…Juga mencakup kesembuhan jasmani dari sakit-sakitnya. (Tafsir
as-Sa’di hlm. 465)
Penyakit syubhat atau kerancuan-kerancuan pemikiran, keraguan-keraguan
pada ajaran Islam, ataupun munculnya ajaran-ajaran sesat yang menyelinap
dalam kalbu seseorang, tentu menimbulkan sakit walaupun terkadang tidak
dirasakan oleh yang bersangkutan. Penyakit syubhat ini akan
mengakibatkan rusaknya ilmu, penilaian, dan pemahaman, sehingga
seseorang tidak dapat menilai sesuatu sesuai dengan hakikatnya.
Itu semua dapat disembuhkan dengan Al-Qur’an karena di dalamnya terdapat
keterangan dan bukti-bukti nyata lagi pasti. Al-Qur’an menerangkan yang
benar dari yang salah, menerangkan tauhid,
menetapkan adanya hari kebangkitan, dan adanya kenabian, serta
membantah pendapat-pendapat yang sesat dan ajaran yang menyimpang.
Al-Qur’an menerangkan semua itu dengan sebaik-baik keterangan,
menjelaskannya dengan sejelas-jelas penjelasan, sangat bagus dan indah
tiada yang menandingi, mudah dipahami dan dicerna oleh akal. Al-Qur’an
benar-benar obat hakiki untuk menyembuhkan penyakit-penyakit kalbu.
Sebagai contoh, pengalaman seorang pakar filsafat, al-Fakhrurrazi, yang
telah mencapai tingkatan paling tinggi di masanya dalam ilmu filsafat.
Namun filsafat ternyata sebuah penyakit ganas pada kalbu seseorang yang
hanya menimbulkan keraguan pada i’tiqad (keyakinan) seorang muslim, lalu
menimbulkan kegelisahan pada kalbunya. Sebagaimana dikatakan bahwa
“Akhir keadaan ahli filsafat adalah ragu.”
Ia menyatakan dengan penuh kesadaran, “Saya perhatikan teori-teori ilmu
kalam dan metodologi filsafat, saya nilai tidak mampu mengobati orang
sakit dan menghilangkan dahaga. Saya melihat jalan yang paling dekat
adalah jalan Al-Qur’an… Dan barang siapa yang mencoba seperti
percobaanku maka ia akan mengetahui sebagaimana yang aku ketahui.”
Penyembuhan dengan Al-Qur’an tergantung pada kepahaman terhadap
Al-Qur’an itu sendiri dan pengetahuan terhadap makna-maknanya. Orang
yang Allah l beri pemahaman, mata hatinya akan melihat yang haq dan yang
batil dengan begitu jelas sebagaimana ia melihat perbedaan siang dan
malam.
Adapun penyakit kalbu berupa syahwat dan keinginan hawa nafsu, niat-niat
yang rusak, iri, dengki, tamak, dan sebagainya, Al-Qur’an pun penuh
dengan obat penyakit ini. Karena di dalamnya terkandung mutiara-mutiara
hikmah, nasihat yang indah, memberi semangat untuk kebaikan, mengancam
dari perbuatan jelek, dan mengajak untuk zuhud. Al-Qur’an memberikan
perumpamaan dan kisah-kisah yang menyiratkan berbagai ibrah (pelajaran)
sehingga membuat kalbu mencintai kebenaran dan membenci kesesatan,
selalu memiliki keinginan kepada yang baik dan kembali kepada fitrahnya
yang suci.
Dengan kalbu yang seperti itu maka perbuatannya menjadi baik. Dia tidak
menerima kecuali yang haq, bagaikan seorang bayi yang tidak menerima
makanan selain susu. Kalbunya mendapat gizi keimanan dari Al-Qur’an
sehingga menguatkan dan menumbuhkannya, menyenangkan dan membuatnya giat
sehingga menjadikannya semakin kokoh.
Kalbu membutuhkan segala sesuatu yang memberinya manfaat dan
melindunginya dari mudarat, sebagaimana jasmani membutuhkan segala
sesuatu yang memberinya manfaat dan melindunginya dari mudarat. Dengan
itu, ia akan berkembang menuju kesempurnaan. Tiada jalan menuju kepada
kesempurnaan kalbu kecuali dengan Al-Qur’an. Kalaupun ada jalan yang
lain maka itu sangat sedikit dan tidak akan mencapai kesempurnaan.
(Diringkas dari tulisan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Ighatsatul Lahafan, hlm. 50—52)
dari : http://asysyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar