Teruntuk seseorang yang telah tertulis dalam ketentuan-Nya, calon
imamku, ayah dari anak-anakku, Dengarkanlah untaian kata dari goresan
penaku ini. Dengarkanlah seruan hatiku ini;
Maafkan aku ya tulang rusukku, saat ini aku belum sesholehah yang kau
bayangkan. Saat ini jiwaku masih terlalu hitam. Jiwaku masih berlumpur
dosa. Aku belum bisa menjadi seorang wanita sholehah yang kau bayangkan.
Lisan ini masih terlalu kotor ya kasihku. Lisan ini teramat sering
membicarakaan kesalahan Si fulan. Masih sering menjatuhkan Si fulan.
Masih suka ghibah ya kasihku. Maka dimana letak kesholehahanku?
Akupun tak seperti yang kau bayangkan. Shalatku kadang masih suka
telat. Shalatku teramat sering tak khussyu. Shalat malamku pun
bolong-bolong. Shalat dhuha-ku hanya sesempatku saja, seingatku saja.
Maka dimana letak kesholehahanku?
Mengajiku tak seindah yang kau bayangkan. Jangankan tartil, Makhrajku
saja masih jauh dari sempurna. Bahkan bacaan tajwidkupun masih
terbolik-balik. Aku pun tak tau bacaan sujud syahwi. Lagi-lagi aku
bertanya padamu, maka dimana letak kesholehahanku?
Hafalan Al-Quranku pun masih terpaksa. Terpaksa karena tiap pekan
bertemu dengan ustadz-ustadzku. Aku malu jika aku tak menyetor
hafalanku. Aku malu pada teman-temanku. Maka dimana letak
kesholehah-anku?
Bahkan mata ini masih terlalu amat banyak berzina. Mata ini masih
suka menonton yang bukan menjadi haknya. Mata ini lebih banyak menonton
TV dibanding mengaji Al-Quran. Dibanding membaca kumpulan doa Al-Ma’surat, apalagi membaca kumpulan Hadist-hadist yang tebal itu? Maka dimana letak kesholehehanku?
Hatiku tak selembut Fatimah, tak secerdas Aisyah. Aku masih suka
berkata menyakitkan kepada saudari-saudariku. Bahkan sehari ini pun aku
belum menyapa ibuku, aku belum menyapanya dalam doa. Dimana letak
baktiku? Sekali lagi aku bertanya padamu, maka dimana letak
kesholehahanku?
Hai laki-laki sholeh yang telah tertulis di lauhul mahfudz, imamku,
dan ayah dari anak-anaku, engkau yg setia dan sabar terhadap kami kelak,
Masihkah kau ingin memilihku menjadi istrimu? Masihkah kau ingin
melanjutkan kehidupanmu denganku? Hai laki-laki sholeh, bahkan
membayangkan menjadi sahabatmu saja aku tak berani. Aku sungguh malu
membayangkan itu. Apalagi membayangkan aku menjadi istrimu?
Jika kelak kau menjadi suamiku, imam bagi keluargaku, maka ajarkanlah
aku semua itu. Ajarkanlah aku menjaga lisanku. Ajarkanlah aku menjaga
pandanganku. Ajarkanlah aku shalat khusyu. Ajarkanlah aku mengaji yang
benar. Ajarkanlah aku hati yang lembut. Ajarkanlah aku berbakti padamu
ya calon ayah dari buah hatiku. ajarkan semuanya padaku.
Aku yakin saat ini kau sedang mempersiapkanya semua. Memantaskan diri
menjadi imam bagiku dan buah hatimu kelak. Aku yakin saat ini kau
sedang beribadah dengan khusysu. Saat ini kau sedang menjaga
pandanganmu. Saat ini kau sedang menjaga lisanmu. Saat ini kau sedang
mencintai saudara-saudaramu.
Seandainya yang tertuliskan olehku adalah kebenaran tentangku
menurutmu, duhai, alangkah menghibanya aku. Seandainya yang tercatatkan
olehku adalah ukuran penilaian mu, duhai, alangkah merananya aku ya
kasihku.
Sungguh, aku percaya dengan firman-Nya;
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan
laki-laki yang keji untuk permpuan-perempuan yang keji pula, sedangkan
perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki
yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik pula..” (QS. An-Nur:26)
Doakan aku ya kasihku agar aku tetap Istiqomah memperbaiki diri.
Doakan aku agar aku memang pantas bersanding di pundakmu. Bersanding
berdua bersamamu menikmati secangkir kopi di pagi hari. Bersanding
berdua denganmu dalam selimut malam; bersanding denganmu untuk mendapat
Surga-Nya.
Aamiin Ya Rabb
http://sekolahpenulis.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar