Jumat, 12 Oktober 2012

Dimana Letak kesholehanku duhai Imamku?

Teruntuk seseorang yang telah tertulis dalam ketentuan-Nya, calon imamku, ayah dari anak-anakku, Dengarkanlah untaian kata dari goresan penaku ini. Dengarkanlah seruan hatiku ini;
Maafkan aku ya tulang rusukku, saat ini aku belum sesholehah yang kau bayangkan. Saat ini jiwaku masih terlalu hitam. Jiwaku masih berlumpur dosa. Aku belum bisa menjadi seorang wanita sholehah yang kau bayangkan. Lisan ini masih terlalu kotor ya kasihku. Lisan ini teramat sering membicarakaan kesalahan Si fulan. Masih sering menjatuhkan Si fulan. Masih suka ghibah ya kasihku. Maka dimana letak kesholehahanku?
Akupun tak seperti yang kau bayangkan. Shalatku kadang masih suka telat. Shalatku teramat sering tak khussyu. Shalat malamku pun bolong-bolong. Shalat dhuha-ku hanya sesempatku saja, seingatku saja. Maka dimana letak kesholehahanku?
Mengajiku tak seindah yang kau bayangkan. Jangankan tartil, Makhrajku saja masih jauh dari sempurna. Bahkan bacaan tajwidkupun masih terbolik-balik. Aku pun tak tau bacaan sujud syahwi. Lagi-lagi aku bertanya padamu, maka dimana letak kesholehahanku?
Hafalan Al-Quranku pun masih terpaksa. Terpaksa karena tiap pekan bertemu dengan ustadz-ustadzku. Aku malu jika aku tak menyetor hafalanku. Aku malu pada teman-temanku. Maka dimana letak kesholehah-anku?
Bahkan mata ini masih terlalu amat banyak berzina. Mata ini masih suka menonton yang bukan menjadi haknya. Mata ini lebih banyak menonton TV dibanding mengaji Al-Quran. Dibanding membaca kumpulan doa Al-Ma’surat, apalagi membaca kumpulan Hadist-hadist yang tebal itu? Maka dimana letak kesholehehanku?
Hatiku tak selembut Fatimah, tak secerdas Aisyah. Aku masih suka berkata menyakitkan kepada saudari-saudariku. Bahkan sehari ini pun aku belum menyapa ibuku, aku belum menyapanya dalam doa. Dimana letak baktiku? Sekali lagi aku bertanya padamu, maka dimana letak kesholehahanku?
Hai laki-laki sholeh yang telah tertulis di lauhul mahfudz, imamku, dan ayah dari anak-anaku, engkau yg setia dan sabar terhadap kami kelak, Masihkah kau ingin memilihku menjadi istrimu? Masihkah kau ingin melanjutkan kehidupanmu denganku? Hai laki-laki sholeh, bahkan membayangkan menjadi sahabatmu saja aku tak berani. Aku sungguh malu membayangkan itu. Apalagi membayangkan aku menjadi istrimu?
Jika kelak kau menjadi suamiku, imam bagi keluargaku, maka ajarkanlah aku semua itu. Ajarkanlah aku menjaga lisanku. Ajarkanlah aku menjaga pandanganku. Ajarkanlah aku shalat khusyu. Ajarkanlah aku mengaji yang benar. Ajarkanlah aku hati yang lembut. Ajarkanlah aku berbakti padamu ya calon ayah dari buah hatiku. ajarkan semuanya padaku.
Aku yakin saat ini kau sedang mempersiapkanya semua. Memantaskan diri menjadi imam bagiku dan buah hatimu kelak. Aku yakin saat ini kau sedang beribadah dengan khusysu. Saat ini kau sedang menjaga pandanganmu. Saat ini kau sedang menjaga lisanmu. Saat ini kau sedang mencintai saudara-saudaramu.
Seandainya yang tertuliskan olehku adalah kebenaran tentangku menurutmu, duhai, alangkah menghibanya aku. Seandainya yang tercatatkan olehku adalah ukuran penilaian mu, duhai, alangkah merananya aku ya kasihku.
Sungguh, aku percaya dengan firman-Nya;
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk permpuan-perempuan yang keji pula, sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik pula..” (QS. An-Nur:26)
Doakan aku ya kasihku agar aku tetap Istiqomah memperbaiki diri. Doakan aku agar aku memang pantas bersanding di pundakmu. Bersanding berdua bersamamu menikmati secangkir kopi di pagi hari. Bersanding berdua denganmu dalam selimut malam; bersanding denganmu untuk mendapat Surga-Nya.
Aamiin Ya Rabb


http://sekolahpenulis.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar